Pages

Senin, 29 April 2013


SEJARAH SIKU BATAK

Versi sejarah mengatakan si Raja Batak dan rombongannya datang dari Thailand, terus ke Semenanjung Malaysia lalu menyeberang ke Sumatera dan menghuni Sianjur Mula Mula, lebih kurang 8 Km arah Barat Pangururan, pinggiran Danau Toba sekarang.Versi lain mengatakan, dari India melalui Barus atau dari Alas Gayo berkelana ke Selatan hingga bermukim di pinggir Danau Toba.

Diperkirakan Si Raja Batak hidup sekitar tahun 1200 (awal abad ke-13). Raja Sisingamangaraja XII salah satu keturunan si Raja Batak yang merupakan generasi ke-19 (wafat 1907), maka anaknya bernama si Raja Buntal adalah generasi ke-20. Batu bertulis (prasasti) di Portibi bertahun 1208 yang dibaca Prof. Nilakantisasri (Guru Besar Purbakala dari Madras, India) menjelaskan bahwa pada tahun 1024 kerajaan COLA dari India menyerang SRIWIJAYA yang menyebabkan bermukimnya 1.500 orang TAMIL di Barus. Pada tahun 1275 MOJOPAHIT menyerang Sriwijaya, hingga menguasai daerah Pane, Haru, Padang Lawas. Sekitar rahun 1.400 kerajaan NAKUR berkuasa di sebelah timur Danau Toba, Tanah Karo dan sebagian Aceh.

Adat adalah bagian dari pada Kebudayaan, berbicara kebudayaan dari suatu bangsa atau suku bangsa maka adat kebiasaan suku bangsa tersebut yang akan menjadi perhatian, atau dengan kata lain bahwa adat lah yang menonjol didalam mempelajari atau mengetahui kebudayaan satu suku bangsa, meskipun aspek lain tidak kalah penting nya seperti kepercayaan, keseniaan, kesusasteraan dan lain-lain

Orang Batak mengenal 3 (tiga) tingkatan adat yaitu:

1.      Adat Inti,adalah seluruh kehidupan yang terjadi (in illo tempore) pada permulaan penciptaan dunia oleh Dewata Mulajadi Na Bolon. Sifat adat ini konservatif (tidak berubah).

2.      Adat Na taradat,adat yang secara nyata dimiliki oleh kelompok desa, negeri, persekutuan agama, maupun masyarakat. Ciri adat ini adalah praktis dan flexibel, setia pada adat inti atau tradisi nenek moyang. Adat ini juga selalu akomodatif dan lugas menerima unsur dari luar, setelah disesuaikan dengan tuntunan adat yang asalnya dari Dewata.

3.      Adat Na niadathon, yaitu segala adat yang sama sekalibaru dan menolak adat inti dan adat na taradat, adat na diadatkan ini merupakan adat yang menolak kepercayaan hubungan adat dengan Tuhan, bahkan merupakan konsep agama baru (Kristen, Islam dll)yang dipandang sebagai adat, yang justru bertentangan dengan agama asli Batak atau tradisi nenek moyang. (Sinaga 1983).

Berdasarkan ketiga tingkatan adat tersebut diatas. Adat yang sekarang dilakoni orang Batak adalah Adat tingkat kedua. Namun dibeberapa bagaian kelompok Batak sudah mendekati tyingkat ketiga. Meskipun ini terjadi sadar atau tidak sadar dilakukan

A.  Bahasa
            Dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari, orang Batak menggunakan beberapa logat
:

1.      Logat Karo yang dipakai oleh orang Karo;

2.       Logat Pakpak yang dipakai oleh Pakpak;

3.      Logat Simalungun yang dipakai oleh Simalungun;

4.      Logat Toba yang dipakai oleh orang Toba, Angkola dan Mandailing.

Bahasa Batak bisa dibagi menjadi beberapa kelompok:

·            Bahasa Batak Utara

o    Bahasa Alas

o    Bahasa Karo

·         Bahasa Batak Selatan

o    Bahasa Angkola-Mandailing

o    Bahasa Pakpak-Dairi

o    Bahasa Simalungun

o    Bahasa Toba

B. Teknologi

Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat-alat sederhana yang dipergunakan untuk bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul, bajak (tenggala dalam bahasa Karo), tongkat tunggal (engkol dalam bahasa Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-ani. Masyarakat Batak juga memiliki senjata tradisional yaitu, piso surit (sejenis belati), piso gajah dompak (sebilah keris yang panjang), hujur (sejenis tombak), podang (sejenis pedang panjang). Unsur teknologi lainnya yaitu kain ulos yang merupakan kain tenunan yang mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan adat Batak.

 

     ORGANISASI SOSIAL

A.    Pernikahan

Garis besar tata cara dan urutan pernikahan adat batak Na Gok adalah sebagai berikut:

1. Mangarisika.

2.Marhori-horiDinding/marhusip.
3.MarhataSinamot.
4. Pudun Sauta.

5. Martumpol (baca : martuppol)

6. Martonggo Raja atau Maria Raja.

7.Manjalo Pasu-pasu Parbagason (Pemberkatan Pernikahan)

8. Pesta Unjuk.

9. Mangihut di ampang (dialap jual)

10. Ditaruhon Jual.

11. Paranak makan bersama di tempat kediaman si Pria (Daulat ni si Panganon)

12. Paulak Unea.

13. Manjahea.

14. Maningkir Tangga (baca : manikkir tangga)

B.    Kekerabatan
            Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan yang disebut Huta atau Kuta menurut istilah Karo. Biasanya satu Huta didiami oleh keluarga dari satu marga.Ada pula kelompok kerabat yang disebut marga taneh yaitu kelompok pariteral keturunan pendiri dari Kuta. Marga tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya nama marga. Klen kecil tadi merupakan kerabat patrilineal yang masih berdiam dalam satu kawasan. Sebaliknya klen besar yang anggotanya sdah banyak hidup tersebar sehingga tidak saling kenal tetapi mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama marga yang selalu disertakan dibelakang nama kecilnya, Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat prinsip yaitu : (a) perbedaan tigkat umur, (b) perbedaan pangkat dan jabatan, (c) perbedaan sifat keaslian dan (d) status kawin.

 

C.    MataPencaharian
            Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan ladang. Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mandapat tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya. Selain tanah ulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan .
Perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak antara lain perternakan kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar danau Toba. Sektor kerajinan juga berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, temmbikar, yang ada kaitanya dengan pariwisata.

 

D.     Kepercayaan

     Pada abad 19 agama islam masuk daerah penyebaranya meliputi batak selatan . Agama kristen masuk sekitar tahun 1863 yang disiarkan oleh para Missionaris dari Jerman yang bernama Nomensen dan penyebaranya meliputi batak utara. Walaupun d emikian banyak sekali masyarakat batak didaerah pedesaan yang masih mempertahankan konsep asli religi penduduk batak. Orang batak mempunyai konsepsi bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan oleh Debeta Mula Jadi Na Balon dan bertempat tinggal diatas langit dan mempunyai nama-nama sesuai dengan tugasnya dan kedudukanya . Debeta Mula Jadi Na Balon : bertempat tinggal dilangit dan merupakan maha pencipta; Siloan Na Balom: berkedudukan sebagai penguasa dunia mahluk halus. Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak mengenal tiga konsep, yaitu:

 

a.       Tondi : jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi didapat sejak seseorang di dalam kandungan. Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya.

b.      Sahala : jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.

c.       Begu adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.

Beberapa begu yang ditakuti oleh orang Batak, yaitu:

·     Sombaon, yaitu begu yang bertempat tinggal di pegunungan atau di hutan rimba yang gelap dan mengerikan.

·     Solobean, yaitu begu yang dianggap penguasa pada tempat tempat tertentu

·     Silan, yaitu begu dari nenek moyang pendiri hutan/kampung dari suatu marga

·     Begu Ganjang, yaitu begu yang sangat ditakuti, karena dapat membinasakan orang lain menurut perintah pemeliharanya.

Ada juga kepercayaan yang ada di Tarutung tentang ular (ulok) dengan boru Hutabarat, dimana boru Hutabarat tidak boleh dikatakan cantik di Tarutung. Apabila dikatakan cantik maka nyawa wanita tersebut tidak akan lama lagi, menurut kepercayaan orang itu.

E.     Kesenian

Seni Tarian

Seni tari Batak pada zaman dahulu merupakan sarana utama pelaksanaan upacara ritual keagamaan. Menari juga dilakukan dalam acara gembira seperti sehabis panen, perkawinan, yang waktu itu masih bernapaskan mistik (kesurupan). Acara pesta adat yang membunyikan gondang sabangunan (dengan perangkat musik yang lengkap), erat hubungannya dengan pemujaan para Dewa dan roh-roh nenek moyang (leluhur) pada zaman dahulu. Contohnya seni Tari Tor-tor (bersifat magis). Didalam menari setiap penari harus memakai Ulos.

Orang Batak mempergunakan alat musik/ Gondang yaitu terdiri dari: Ogung sabangunan terdiri dari 4 ogung. Kalau kurang dari empat ogung maka dianggap tidak lengkap dan bukan Ogung sabangunan dan dianggap lebih lengkap lagi kalau ditambah dengan alat kelima yang dinamakan Hesek. Kemudian Tagading terdiri dari 5 buah. Kemudian Sarune (sarunai harus memiliki 5 lobang diatas dan satu dibawah.

Menari juga dapat menunjukkan sebagai pengejawantahan isi hati saat menghadapi keluarga atau orang tua yang meninggal, tariannnya akan berkat-kata dalam bahasa seni tari tentang dan bagaimana hubungan batin sipenari dengan orang yang meninggal tersebut. Juga Menari dipergunakan oleh kalangan muda mudi menyampai hasrat hatinya dalam bentuka tarian, sering taruian ini dilakukan pada saat bulan Purnama. Kesimpulannya bahwa tarian ini dipergunaka sebagai sarana penyampaian batin baik kepada Roh-roh leluhur dan maupun kepada orang yang dihormati (tamu-tamu) dan disampaikan dalam bentuk tarian menunjukkan rasa hormat.

Seni arsitektur

Rumah adat Siwaluh Jabu, rumah adat Batak Karo. Rumah ini bertiang tinggi dan satu rumah biasanya dihuni atas satu keluarga besar yang terdiri dari 4 sampai 8 keluarga Batak. Di dalam rumah tak ada sekatan satu ruangan lepas. Namun pembagian ruangan tetap ada, yakni dibatasi oleh garis-garis adat istiadat yang kuat, meski garis itu tak terlihat. Masing-masing ruangan mempunyai nama dan siapa yang harus menempati ruangan tersebut, telah ditentukan pula oleh adat.

Fungsi utama dari ujung atap yang menonjol ini adalah untuk memungkinkan asap keluar dari tungku dalam rumah. Pada bagian depan dan belakang rumah adalah panggung besar yang disebut ture, konstruksinya sederhana dari potongan bambu melingkar dengan diameter 6 cm. Panggung ini dugunakan untuk tempat mencuci, menyiapkan makanan, sebagai tempat pembuangan (kotoran hewan) dan sebagai ruang masuk utama. Jalan masuk menuju ture adalah tangga bambu atau kayu.

 

 

                                                                     PENANGANAN LIMBAH PLASTIK

Siapa yang tidak tau limbah plastik? Aku rasa semua orang tau apa itu limbah plastik. Tapi aku yakin tidak semua orang tau dampak limbah plastik bagi kehidupan kita. Kedengarannya buang kulit permen di sembarangan tempat itu sudah biasa dan sebagian masyarakat menganggap itu suatu hal kecil yang tidak patut dipermasalahkan.

Tanpa disadari, kita sudah merusak sendiri tempat tinggal kita. Molekul-molekul plastik itu tidak bisa dicerna oleh tanah. Coba saja kamu mengubur kantong plastik di tanah dan coba lihat beberapa tahun lagi. Yang terjadi adalah plastiknya tidak hancur. Jadi plastik itu tidak seperti sampah organik yang bisa menyatu dengan tanah. Nah, sekarang coba bayangkan… Jika setiap orang di dunia ini membuang satu saja kulit permen sembarangan, apa kira-kira yang akan terjadi pada bumi ini? Sudah bisa dipastikan dalam sekian tahun kedepan, tanah ini tidak akan bisa dipakai lagi. Tumbuhan otomatis akan mati. Dan kalau tidak ada tumbuhan, bagaimana kita bisa bernafas? Maukah kamu mati karena kulit permen?

Jika kamu remaja yang peduli lingkungan, kamu tidak usah melakukan reboisasi, penanaman bakau di pinggir pantai, dan kegiatan-kegiatan ‘WAH’ lainnya yang tentunya memerlukan biaya dan tenaga yang sangat besar. Tapi coba setiap kamu berangkat ke sekolah atau sedang jalan bersama teman-teman, pungutlah satu saja sampah plastik yang ada di jalan dan buang ke tempat sampah terdekat. Jika setiap orang melakukan hal ini, sepertinya penanganan limbah plastik sudah terbilang sukses. Cara yang sangat murah meriah kan? Tapi itu sangat menyelamatkan bumi kita ini. Semua orang bisa kalau dia sadar akan ancaman limbah plastik bagi bumi kita.

Tapi perlu diketahui. Limbah plastik itu tidak selalu berdampak negatif. Ingat saja, segala hal yang berbau negatif bisa bermanfaat jika kita memanfaatkannya dengan baik. Apa kamu ingat pemulung yang sering mengais sampah plastik seperti botol-botol minuman mineral di jalanan sana? Tanpa kita sadari, pemulung adalah salah seorang penyelamat bumi karena dia memungut sampah-sampah plastik yang sudah tidak digunakan. Sampah itu ia kumpulkan dan kemudian didaur ulang menjadi barang yang berguna. Tapi sayang sekali, pemulung memungut sampah plastik bukan karena kesadarannya untuk mencegah bahaya limbah plastik. Ia memungut sampah plastik karena faktor uang.

Biarkanlah anak cucu kita bisa menghirup udara segar. Biarkanlah anak cucu kita menyongsong masa depannya. Ini semua juga untuk diri kita sendiri.

Jadi mari selamatkan bumi kita dengan cara memungut sampah plastik. Paling tidak satu orang memungut satu kulit permen atau satu kulit snack lalu membuangnya di tempat sampah. STOP GLOBAL WARMING!


Berangkat dari  ide menciptakan usaha yang peduli lingkungan serta membuka lapangan pekerjaan baru, Aswin, warga Ciledug, Tangerang, memanfaatkan limbah plastik multilayer menjadi aneka tas dan produk yang menarik. Keunggulan produk Aswin terletak pada warna yang otomatis sesuai dengan merek dan kemasan yang digunakan. Selain itu, produk tersebut juga kuat dan tahan lama.

Hal itu wajar mengingat limbah plastik multilayer merupakan salah satu sampah yang tak bisa didaur ulang. Bahkan sebelum usaha Aswin berdiri, sejumlah pemulung mengaku jenis sampah tersebut tak laku dijual. Karena itu Aswin mengatakan tulang punggung usaha yang ia jalani adalah pemulung. Sebab para pemulung tersebut yang menyuplai bahan baku bagi usaha Aswin.

Menurut salah satu pemulung, Rasini, ia mendengar dari temannya bahwa tempat usaha milik Aswin mau membeli limbah plastik yang selama ini tak laku dijual. Hingga kini, ia meruapakn salah satu penyuplai sampah plastik itu dengan dihargai Rp 4.000 per kilogram. "Lumayan buat nambah-nambah uang dapur," tutur Rasini.

Sedangkan dalam proses produksi, Aswin mengatakan ada dua jenis pekerjaan yang harus dilalui. Pekerjaan itu dibedakan menurut yang membutuhkan keahlian, seperti menjahit atau tidak membutuhkan keahlian, seperti mencuci dan memotong plastik multilayer.

Menurut salah satu penjahit, Edi Apipudin, ia sudah berpengalaman menjahit selama 15 tahun. Itu mulai dari pakaian hingga jok pesawat terbang. Namun Adi mengaku keahliannya trk menjamin ia bisa menjahit bahan plastik multilayer tersebut. "Bahannya tidak biasa" kata Edi. Hal itu kemudian dibenarkan oleh Aswin.

Menurut Aswin, dalam pembuatan produk kemasan multilayer ini tidak bisa buat langsung jadi. "Penjahit harus menyesuaikan diri dengan cara membuat, melipat hingga menjahit," imbuh Aswin. Hal itu karena plastik kemasan multilayer memiliki karakteristik tertentu.

Adapun kemasan itu nantinya akan menjadi beragam produk, seperti aneka macam tas dan payung. Tentu usaha ini juga mengharapkan kontribusi masayarakat untuk memisahkan sampah kering dan basah, kemudian dipisahkan lagi menurut jenis sampah kemasan multilayer tersebut.

Untuk pemasarannya, lanjut Aswin, ia merambah pasar lokal maupun internasional. Namun, sambutan pasar lokal tak sebaik sambutan pasar internasional. Itu disebabkan kepedulian masyarakat Indonesia terhadap lingkungan hidup masih sangat kurang. Bagi Aswin, itu sangat berbeda dengan orang luar negeri. "Mereka malah senang dengan produk dari sampah" kata Aswin. Dengan begitu, mereka menganggap bisa lebih mempertahankan bumi
 ini.

JAKARTA – Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya mahasiswa yang baru lulus, pasti memiliki keinginan untuk bekerja di sebuah perusahaan besar, termasuk pada sebuah bank, dengan maksud agar gaji yang diperolehnya besar.

Kenyataan demikian pernah dilakukan Muhammad Baedowy, lulusan jurusan akutansi Fakultas Ekonomi Universitas Merdeka Malang. Begitu lulus dari Universitas Merdeka, Baedowy langsung diterima bekerja di Multicor Bank, sebuah bank asing asal Scotlandia.
Pada bank asing yang berkantor kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta ini, Baedowy menikmati berbagai fasilitas dan gaji cukup lumayan. Namun ternyata, berbagai fasilitas enak tersebut tidak membuat mantan penjual pisang molen ketika masih kuliah ini kerasan bekerja, tapi justru sebaliknya ingin keluar dan ingin berusaha sendiri. Makanya, ketika karyawan bank takut di PHK, Baedowy malah mengajukan permohonan pengunduran diri.
Sebelum berhasil merealisasikan cita-citanya membangun usaha sendiri, mantan karyawan Multicor Bank ini, pernah bekerja pada sebuah perusahaan batik, milik warga Negara Belanda. Ketika masih menjadi karyawan perusahaan batik inilah, Baedowy yang kini memiliki 43 mitra yang tersebar di sejumlah provinsi bertemua dengan mantan pejabat bank pemerintah yang mengajaknya membuat usaha pengolahan sampah dan penggilingan plastik.
“Kerja sama dengan mantan pejabat bank tersebut tidak berlangsung lama, karena di antara kami tidak ada persamaan visi dalam mengelola bisnis pengolahan sampah. Akhirnya, kami berpisah baik-baik dan saya mendirikan perusahaan pengolah limbah sendiri dengan modal sekitar Rp 50 juta,” kata Baedory kepada SH, di Jakarta, Jumat (13/9).
Dengan modal Rp 50 juta, Baedowy memulai usahanya dengan mendirikan PT Majestic Buana Cipta Cemerlang, yang bergerak di bidang daur ulang plastik dan penggilingan PET. Alasan terjun ke bisnis daur ulang plastik dan penggilingan PET, menurut aktivis serikat pekerja di Multicor Bank ini, antara lain, karena persaingan bisnis ini masih terbuka, tenaga kerja tidak memerlukan tenaga profesional, maka perlu diambil dari sekitar perusahaan, sehingga kehadirannya mampu memberikan nilai tambah bagi penduduk sekitarnya. Selain itu, usaha ini risikonya kecil dan peluang ekspornya masih terbuka.

Datangkan Devisa
Hasil pengolahan sampah plastik, menurut Baedowy, tidak bakal kelebihan pasokan. Pasalnya, sampah bekas botol minuman ini, setelah diolah bisa menghasilkan polyester yang bisa dipergunakan sebagai bahan baku bermacam produk, seperti benang, keset, rambut boneka, karpet, dan lain sebagainya.
“Sampah plastik kalau kita biarkan akan menjadi musuh masyarakat, karena tidak bisa busuk. Tapi, setelah diolah bisnis ini menjadi bisnis ramah lingkungan, mampu menyerap tenaga kerja banyak dan menghasilkan devisa,” paparnya.
Baedowy menambahkan, untuk memulai bisnis ini juga cukup mudah, karena tidak memerlukan modal besar dan kepandaian khusus. Investasi untuk memulai bisnis tidaklah sama. Bagi yang memiliki lahan sendiri, investasi jelas lebih murah, karena tidak perlu mengeluarkan uang sewa buat pabrik pengolahan, tapi hanya untuk membeli mesin yang harganya sekitar Rp 25 juta.
Meski mantan karyawan Multicor Bank ini, kini sukses jadi pengusaha pengolah limbah tidak ingin memonopoli bisnis ini. Sebaliknya, lulusan jurusan akutansi Universitas Merdeka Malang ini, ingin berbagai pengalaman dengan banyak orang yang kini diwujudkan dalam bentuk kemitraan. “Bagi yang ingin memulai, kami siap membimbing mulai dari awal hingga mampu menghasilkan polyester,” kata Baedowy.
Bagi masyarakat yang ingin bermitra dengan PT Majestic Buana Cipta Cemerlang, Baedowy telah membuat aturan dengan jelas. Pertama, bagi yang ingin menerjuni bisnis ini harus membeli mesin daur ulang plastik dari PT Majestic Buana Cipta Kreasi, yang juga milik Baedowy.
Dalam perjanjian disebutkan, pembeli mesin daur ulang, PT Majestic Buana Cipta Kreasi akan melatih, membina hingga pembeli bisa memproduksi gilingan PET. Bukan hanya itu, pihak PT Majestic juga bersedia membeli seluruh hasil gilingan, dengan syarat lulus pemeriksaan dan memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Dalam perjanjian dengan pembeli mesin produk PT Majestic, juga disebutkan pihak pembeli juga diminta menyetorkan uang sebesar Rp 1 juta sebagai jaminan jika terjadi pelanggaran yang dilakukan pembeli mesin.
Misalnya, pembeli mesin menjual hasil produksinya kepada pihak lain, tanpa melapor kepada PT Majestic yang membinanya, maka uang jaminan akan menjadi hak PT Majestic. Sebaliknya, PT Majestic akan mengembalikan uang jaminan dua kali lipat jika selama dua tahun antara mitra binaan tidak melakukan pelanggaran.


 

Di negara maju, pemerintahnya memang sangat serius menangani limbah. Mereka sudah menyiapkan sejumlah strategis yang sudah fokus pada limban-limbah tertentu. Salah satu contoh adalah yang terjadi di Propinsi Alberta, Kanada. Mereka sudah menyusun satu strategi yang mereka sebut Alberta Post-Consumer Plastic Recycling Industry, yang mengupayakan agar pengolahan sampah plastik menjadi lebih hemat, berbasis pada kelestarian lingkungan. Tujuan utamanya adalah menurunkan dan meminimalkan jumlah plastik yang dibuang ke tempat sampah. Pelaksanaan dari strategi ini didasarkan pada tiga aksi kunci, yakni: 1. Menyediakan informasi secara terus menerus kepada warga masyarakat dan komunitas daur ulang tentang cara-cara pengumpulan plastik. 2. Mengembangkan peningkatan sistem pengumpulan plastik bekas melalui pengembangan depot pengumpulan yang efisien. 3. Mengembangkan teknik-teknik untuk mengatasi plastik yang tidak bisa didaur ulang.

Upaya melawan sampah plastik ini dimulai ketika pemerintah daerah Alberta meminta tolong pada APRA, satu perusahaan konsultan yang menangani berbagai macam limbah, untuk membantu mereka. APRA kemudian melakukan studi dan menyusun strategi untuk mengatasi masalah limbah plastik.

Kunci dari strategi yang mereka kembangkan adalah, antara lain, adalah hanya akan mendaur ulang plastik-plastik yang memang memiliki nilai jual tinggi. Contohnya adalah plastik HDPE, yang biasa dipakai untuk wadah susu dan minuman lainnya. Untuk itu sistem sortasi sampah yang baik perlu dikembangkan untuk memilah plastik jenis ini. Sistem pengumpulannyapun dikembangkan sedemikian rupa, sehingga sortasi yang dilakukan menjadi lebih mudah. Sedangkan untuk plastik yang kurang bernilai untuk didaur ulang, atau plastik yang tidak bisa lagi didaur ulang, tak ada cara lain kecuali mengubahnya menjadi sumber energi. Limbah plastik merupakan sumber energi yang kaya. Satu pon plastik polyetilene mengandung 18.000 BTU (British Thermal Unit) energi. Bandingkan dengan limbah padat selain plastik yang paling-paling hanya menghasilkan energi sebanyak 4.500 BTU sampai 5.000 BTU.

Karena fokusnya sudah jelas, hanya mengolah limbah plastik jenis HDPE, maka Pemda Alberta pun bekerjasama dengan industri-industri makanan yang menggunakan plastik jenis ini sebagai wadah makanan atau minuman hasil produksinya. Perusahaan makannpun kemudian mengembangkan aneka strategi untuk menarik kembali wadah-wadahnya untuk didaur ulang. Dengan demikian wadah itu diusahakan tidak masuk ke tempat sampah, melainkan langsung ke depot-depot penampungan. Sistem ini jelas sangat menghemat biaya.

Keberhasilan Pemda Alberta dalam menerapkan strategi mengatasi limbah plastik adalah berkat dukungan yang padu dari semua pihak yang terkait, mulai dari industri plastiknya, industri pengolah limbah, industri pemakai plastik dan warga masyarakat. Inilah mungkin yang perlu dicontoh.

 

 

 

SUMBER HUKUM INTERNASIONAL

Sumber-sumber hukum internasional menurut Pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional terdiri atas :
1. Perjanjian Internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus yang mengandung ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang bersengketa.
2. Kebiasaan Internasional, sebagai bukti dari suatu kebiasaan umum yang telah diterima sebagai hukum.
3. Prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab.
4. Keputusan pengadilan dan ajaran para sarjana yang paling terkemuka dari berbagai negara sebagai sumber tambahan bagi menetapkan kaidah hukum.

 

.Sumber hukum tambahan : keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana terkemuka di dunia.
Lain dengan sumber utama yang telah dijelaskan di atas, keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana hanya merupakan sumber subsider atau sumber tambahan. Artinya keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana dapat dikemukan untuk membuktikan adanya kaidah hukum internasional mengenai suatu persoalan yang didasarkan atas sumber hukum primer. Keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana itu sendiri tidak mengikat artinya tidak dapat menimbulkan suatu kaidah hukum. Keputusan Mahkamah Internasional sendiri tidak mengikat selain bagi perkara yang bersangkutan, maka “a fortion” keputusan pengadilan lainnya tidak mungkin mempunyai keputusan yang mengikat. Walaupun keputusan pengadilan tidak mempunyai kekuatan yang mengikat namun keputusan pengadilan internasional, terutama Mahkamah Internasional Permanen (Permanent Court of International Justice), Mahkamah Internasional (Iternational Court of Justice), Mahkamah Arbitrase Permanen (Permanent Court Arbtration) mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan hukum intersional. Mengenai sumber hukum tambahan yang kedua yaitu ajaran para sarjana hukum terkemuka dapat dikatakan bahwa penelitian dan tulisan yang dilakukan oleh sarjana terkemuka sering dapat dipakai sebagai pegangan atau pedoman untuk menemukan apa yang menjadi hukum internasional walaupun ajaran para sarjana itu sendiri tidak menimbulkan hukum.

 

a.    Sumber hukum formil dan materiil

Sumber Hukum Formil merujuk kepada adanya proses formal yang diakui metodenya oleh institusi yang berwenang menerbitkan ketentuan yang mengikat yang biasanya diterapkan dalam sebuah sistem hukum tertentu. Dari sebuah hukum formal inilah validitas sebuah hukum ditemukan.

Sumber Hukum Materiil merujuk kepada bukti-bukti baik secara umum maupun khusus yang menunjukkan bahwa hukum tertentu telah diterapkan dalam suatu kasus tertentu. Dari sebuah hukum materiil inilah isi dari sebuah hukum bisa ditemukan.

Dengan kata lain, sumber hukum materiil memberikan isi dari hukum sementara hukum formil memberikan kewenangan dan validitas pemberlakuannya.

Pasal 38 (1) dari Piagam Mahkamah Internasional (International Court of Justice) menyatakan bahwa dalam memutuskan sebuah perkara yang diajukan, mereka akan merujuk kepada sumber-sumber hukum sebagai berikut:

1. Konvensi Internasional, baik umum maupun khusus, yang menjadi hukum dan diakui oleh negara-negara yang berperkara;
2. Kebiasaan Internasional, sebagai bukti praktek negara yang diterima sebagai sebuah hukum;
3. Prinsip-prinsip Hukum Umum yangn diakui oleh bangsa yang beradab; dan
4. Keputusan Pengadilan dan ajaran para ahli hukum, sebagai sumber hukum tambahan dalam menentukan adanya sebuah hukum.

Mahkamah Internasional juga mengakui adanya prinsip ex aequo et bono sesuai dengan Pasal 38 (2) yang memungkinkan Mahkamah memutuskan suatu perkara berdasarkan prinsip-prinsip yang telah disetujui oleh pihak-pihak yang bersengketa.  



b. Hirarki Prioritas
Urut-urutan yang disebutkan dalam Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional bukanlah merupakan hirarki ketentuan yang didasarkan kepada bobot materiil ketentuan tersebut melainkan hanya urutan prioritas kemudahan penggunaan ketika Mahkamah Internasional akan menggunakannya dalam memutus sebuah perkara.

c. Penjelasan Masing-masing Sumber Hukum

Traktat/ Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional adalah persetujuan antara dua atau lebih negara dalam bentuk tertulis, diatur sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional. Secara umum dikelompok menjadi dua:
1. Perjanjian Multilateral yaitu sebuah persetujuan yang disepakati oleh lebih dari dua negara. Ketika perjanjian ini merupakan cerminan dari pendapat masyarakat internasional pada umumnya, maka perjanjian tersebut bisa menjadi apa yang disebut dengan “Law-Making Treaty”. Traktat yang membuat Hukum. Perjanjian ini menciptakan norma umum hukum yang akan dipakai oleh masyarakat internasional sebagai prinsip utama di masa mendatang guna menyelesaikan suatu perkara di antara mereka.
2. Perjanjian Bilateral adalah Kontrak Internasional antara dua negara. Tujuan perjanjian ini adalah menetapkan kewajiban-kewajiban hukum tertentu dan segala akibatnya jika melakukan atau tidak melakukan kewajiban tersebut terhadap pihak yang menandatangani kontrak tersebut.

Konvensi Wina tahun 1969 tentang Perjanjian Internasional (Vienna Convention on the Law of Treaties 1969) telah mengatur hal-hal yang menyangkut proses negosiasi atau penundukkan (accession), validitas, perubahan (amendment), penggantian (modification), pengecualian (reservation), penundaan (suspension) atau pemberhentian (termination) dari sebuah perjanjian internasional.

Pernyataan Sepihak (Unilateral Statement) atau Deklarasi yang memuat hak dan kewajiban suatu negara dalam hubungannya dengan peristiwa tertentu dapat pula dianggap sebagai sebuah perjanjian sepihak yang menjadi suatu sumber hukum terbatas bagi negara yang mengeluarkan pernyataan tersebut.  

b.     
Perjanjian Internasional dapat pula berfungsi sebagai bukti adanya kebiasaan internasional ketika:
1. Ada beberapa perjanjian bilateral terhadap kasus yang serupa yang memakai prinsip-prinsip yang sama atau ketentuan-ketentuan yang serupa sehingga bisa menimbulkan akibat hukum yang sama.

2. Sebuah perjanjian yang ditandatangani oleh beberapa negara bisa menjadi sebuah kebiasaan jika aturan yang disepakati merupakan generalisasi dari praktek negara-negara dan persyaratan bahwa hal tersebut dianggap sebagai sebuah hukum dapat dipenuhi.
3. Sebuah perjanjian yang ditandatangani beberapa negara yang merupakan hasil kodifikasi dari beberapa prinsip dalam kebiasaan internasional dan secara konsekuen telah mengikat pihak-pihak yang tidak terlibat dalam perjanjian tersebut.


Kebiasaan Internasional (Customary Law)
Ada dua elemen yang harus ada dalam kebiasaan internasional untuk bisa dipakai sebagai sumber hukum internasional:
1. Praktek Negara-negara: Unsur-unsur yang dilihat dalam praktek negara adalah seberapa lama hal itu sudah dilakukan secara terus menerus (duration); keseragaman atau kesamaan dari praktek tersebut dalam berbegai kesempatan dan berbagai pihak yang terlibat (uniformity) serta kadar kebiasaan yang dimunculkan oleh tindakan tersebut (generality).  
2. Opinio Juris sive Necessitatis. Ini adalah pengakuan subyektif dari negara-negara yang melakukan kebiasaan internasional tertentu dan kehendak untuk mematuhi kebiasaan internasional tersebut sebagai sebuah hukum yang memberikan hak dan kewajiban bagi negara-negara tersebut.

Bukti keberadaan sebuah kebiasaan internasional ialah: Korespondensi Diplomatik, pernyataan kebijakan, siaran pers, pendapat dari pejabat yang berwenang tentang hukum, keputusan eksekutif dan prakteknya, komentar resmi dari pemerintah tentang rancangan yang dibuat oleh ILC, Undang-undang nasional, keputusan pengadilan nasional, kutipan dalam sebuah perjanjian internasional, paktek lembaga-lembaga internasional, dan resolusi yang dikeluarkan Sidang Umum PBB.

Suatu negara bisa secara terus menerus melakukan penolakan terhadap sebuah kebiasaan internasional (persistent objector). Bukti penolakan tersebut harus jelas.  Namun demikian, suatu negara yang diam saja ketika proses pembentukan kebiasaan internasional berlangsung tidak dapat menghindar dari pemberlakuan kebiasaan tersebut terhadapnya.

Suatu kebiasaan internasional bisa saja “exist” di wilayah tertentu saja, misal antar dua
negara atau regional saja

Seiring dengan perkembangan zaman, kebudayaan umat manusia pun mengalami perubahan. Menurut para pemikir post modernis dekonstruksi, dunia tak lagi berada dalam dunia kognisi, atau dunia tidak lagi mempunyai apa yang dinamakan pusat kebudayaan sebagai tonggak pencapaian kesempurnaan tata nilai kehidupan. Hal ini berarti semua kebudayaan duduk sama rendah, berdiri sama tinggi, dan yang ada hanyalah pusat-pusat kebudayaan tanpa periferi. Sebuah kebudayaan yang sebelumnya dianggap pinggiran akan bisa sama kuat pengaruhnya terhadap kebudayaan yang sebelumnya dianggap pusat dalam kehidupan manusia modern.

Wajah kebudayaan yang sebelumnya dipahami sebagai proses linier yang selalu bergerak ke depan dengan berbagai penyempurnaannya juga mengalami perubahan. Kebudayaan tersebut tak lagi sekadar bergerak maju tetapi juga ke samping kiri, dan kanan memadukan diri dengan kebudayaan lain, bahkan kembali ke masa lampau kebudayaan itu sendiri.

 

Lokalitas kebudayaan karenanya menjadi tidak relevan lagi dan eklektisme menjadi norma kebudayaan baru. Manusia cenderung mengadaptasi berbagai kebudayaan, mengambil sedikit dari berbagai keragaman budaya yang ada, yang dirasa cocok buat dirinya, tanpa harus mengalami kesulitan untuk bertahan dalam kehidupan.

Perubahan tersebut dikenal sebagai perubahan sosial atau social change. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya, namun perubahannya hanya mencakup kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat, kecuali organisasi sosial masyarakatnya. Perubahan sosial tersebut bardampak pada munculnya semangat-semangat untuk menciptakan produk baru yang bermutu tinggi dan hal inilah yang menjadi dasar terjadinya revolusi industri, serta kemunculan semangat asketisme intelektual. Menurut Prof Sartono, asketisme dan expertise ini merupakan kunci kebudayaan akademis untuk menuju budaya yang bermutu.

Sebagai homo faber, manusia mencipta dan bekerja, untuk memperoleh kepuasan atau self fulfillment. Dalam kaca mata agama dan unsur untuk beribadah, suatu orientasi kepada kepuasan batin dan menuju ke arah sesuatu yang transendental. Di sinilah yang disebut etos bangsa itu muncul.

Pada kehidupan masyarakat modern, kerja merupakan bentuk eksploitasi kepada diri, sehingga mempengaruhi pola ibadah, makan, dan pol

a hubungan pribadi dengan keluarga. Sehingga dalam kebudayaan industri dan birokrasi modern pada umumnya, dipersonalisasi menjadi pemandangan sehari-hari. Masyarakat modern mudah stres dan muncul penyakit-penyakit baru yang berkaitan dengan perubahan pola makanan dan pola kerja. Yang terjadi kemudian adalah dehumanisasi dan alienasi atau keterasingan, karena dipacu oleh semangat kerja yang tinggi untuk menumpuk modal. Berger menyebutnya sebagai “lonely crowd” karena pribadi menemukan dirinya amat kuat dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam kebudayaan industrialisasi, terus terjadi krisis. Pertama, kosmos yang nyaman berubah makna karena otonomisasi dan sekularisasi sehingga rasa aman lenyap. Kedua masyarakat yang nyaman dirobek-robek karena individu mendesakkan diri kepada pusat semesta, ketiga nilai kebersamaan goyah, keempat birokrasi dan waktu menggantikan tokoh mistis dan waktu mitologi.

Para penganut paham pascamodern seperti Lyotard pernah mengemukakan perlunya suatu jaminan meta-sosial, yang dengannya hidup kita dijamin lebih merdeka, bahagia, dan sebagainya. Khotbah agung-nya (metanarasi) ini mengutamakan perlunya new sensibility bagi masyarakat yang terjebak dalam gejala dehumanisasi budaya modern.

Kebiasaan dari masyarakat modern adalah mencari hal-hal mudah, sehingga penggabungan nilai-nilai lama dengan kebudayaan birokrasi modern diarahkan untuk kenikmatan pribadi. Sehingga, munculah praktek-peraktek kotor seperti nepotisme, korupsi, yang menyebabkan penampilan mutu yang amat rendah.

Kebudayaan Modern

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhom8vvHC5xNrjm8MTmzrcK6wryosKBCrxH1XCzaY5NK2jIlUwV9hIZn-TKtQPEYKNMqSSB6DWWwrGgdy8TJWIfu7jc4vT9BX16Y-iRSNKaQ-9rxV6MbKFu1oVK0Wa90jFExp-Rp8Eu_cw/s320/modern+dance.jpg

Proses akulturasi di Negara-negara berkembang tampaknya beralir secara simpang siur, dipercepat oleh usul-usul radikal, dihambat oleh aliran kolot, tersesat dalam ideologi-ideologi, tetapi pada dasarnya dilihat arah induk yang lurus: ”the things of humanity all humanity enjoys”. Terdapatlah arus pokok yang dengan spontan menerima unsur-unsur kebudayaan internasional yang jelas menguntungkan secara positif.

Akan tetapi pada refleksi dan dalam usaha merumuskannya kerap kali timbul reaksi, karena kategori berpikir belum mendamaikan diri dengan suasana baru atau penataran asing. Taraf-taraf akulturasi dengan kebudayaan Barat pada permulaan masih dapat diperbedakan, kemudian menjadi overlapping satu kepada yang lain sampai pluralitas, taraf, tingkat dan aliran timbul yang serentak. Kebudayaan Barat mempengaruhi masyarakat Indonesia, lapis demi lapis, makin lama makin luas lagi dalam (Bakker; 1984).

Apakah kebudayaan Barat modern semua buruk dan akan mengerogoti Kebudayaan Nasional yang telah ada? Oleh karena itu, kita perlu merumuskan definisi yang jelas tentang Kebudayaan Barat Modern. Menurut para ahli kebudayaan modern dibedakan menjadi tiga macam yaitu:

Kebudayaan Teknologi Modern

Pertama kita harus membedakan antara Kebudayan Barat Modern dan Kebudayaan Teknologis Modern. Kebudayaan Teknologis Modern merupakan anak Kebudayaan Barat. Akan tetapi, meskipun Kebudayaan Teknologis Modern jelas sekali ikut menentukan wujud Kebudayaan Barat, anak itu sudah menjadi dewasa dan sekarang memperoleh semakin banyak masukan non-Barat, misalnya dari Jepang.

Kebudayaan Tekonologis Modern merupakan sesuatu yang kompleks. Penyataan-penyataan simplistik, begitu pula penilaian-penilaian hitam putih hanya akan menunjukkan kekurangcanggihan pikiran. Kebudayaan itu kelihatan bukan hanya dalam sains dan teknologi, melainkan dalam kedudukan dominan yang diambil oleh hasil-hasil sains dan teknologi dalam hidup masyarakat: media komunikasi, sarana mobilitas fisik dan angkutan, segala macam peralatan rumah tangga serta persenjataan modern. Hampir semua produk kebutuhan hidup sehari-hari sudah melibatkan teknologi modern dalam pembuatannya.

Kebudayaan Teknologis Modern itu kontradiktif. Dalam arti tertentu dia bebas nilai, netral. Bisa dipakai atau tidak. Pemakaiannya tidak mempunyai implikasi ideologis atau keagamaan. Seorang Sekularis dan Ateis, Kristen Liberal, Budhis, Islam Modernis atau Islam Fundamentalis, bahkan segala macam aliran New Age dan para normal dapat dan mau memakainya, tanpa mengkompromikan keyakinan atau kepercayaan mereka masing-masing. Kebudayaan Teknologis Modern secara mencolok bersifat instumental.

Kebudayaan Modern Tiruan

Dari kebudayaan Teknologis Modern perlu dibedakan sesuatu yang mau saya sebut sebagai Kebudayaan Modern Tiruan. Kebudayaan Modern Tiruan itu terwujud dalam lingkungan yang tampaknya mencerminkan kegemerlapan teknologi tinggi dan kemodernan, tetapi sebenarnya hanya mencakup pemilikan simbol-simbol lahiriah saja, misalnya kebudayaan lapangan terbang internasional, kebudayaan supermarket (mall), dan kebudayaan Kentucky Fried Chicken (KFC).

Di lapangan terbang internasional orang dikelilingi oleh hasil teknologi tinggi, ia bergerak dalam dunia buatan: tangga berjalan, duty free shop dengan tawaran hal-hal yang kelihatan mentereng dan modern, meskipun sebenarnya tidak dibutuhkan, suasana non-real kabin pesawat terbang; semuanya artifisial, semuanya di seluruh dunia sama, tak ada hubungan batin.

Kebudayaan Modern Tiruan hidup dari ilusi, bahwa asal orang bersentuhan dengan hasil-hasil teknologi modern, ia menjadi manusia modern. Padahal dunia artifisial itu tidak menyumbangkan sesuatu apapun terhadap identitas kita. Identitas kita malahan semakin kosong karena kita semakin membiarkan diri dikemudikan. Selera kita, kelakuan kita, pilihan pakaian, rasa kagum dan penilaian kita semakin dimanipulasi, semakin kita tidak memiliki diri sendiri. Itulah sebabnya kebudayaan ini tidak nyata, melainkan tiruan, blasteran.

Anak Kebudayaan Modern Tiruan ini adalah Konsumerisme: orang ketagihan membeli, bukan karena ia membutuhkan, atau ingin menikmati apa yang dibeli, melainkan demi membelinya sendiri. Kebudayaan Modern Blateran ini, bahkan membuat kita kehilangan kemampuan untuk menikmati sesuatu dengan sungguh-sungguh. Konsumerisme berarti kita ingin memiliki sesuatu, akan tetapi kita semakin tidak mampu lagi menikmatinya. Orang makan di KFC bukan karena ayam di situ lebih enak rasanya, melainkan karena fast food dianggap gayanya manusia yang trendy, dan trendy adalah modern.

Kebudayaan-Kebudayaan Barat

Kita keliru apabila budaya blastern kita samakan dengan Kebudayaan Barat Modern. Kebudayaan Blastern itu memang produk Kebudayaan Barat, tetapi bukan hatinya, bukan pusatnya dan bukan kunci vitalitasnya. Ia mengancam Kebudayaan Barat, seperti ia mengancam identitas kebudayaan lain, akan tetapi ia belum mencaploknya. Italia, Perancis, spayol, Jerman, bahkan barangkali juga Amerika Serikat masih mempertahankan kebudayaan khas mereka masing-masing. Meskipun di mana-mana orang minum Coca Cola, kebudayaan itu belum menjadi Kebudayaan Coca Cola.

Orang yang sekadar tersenggol sedikit dengan kebudayaan Barat palsu itu, dengan demikian belum mesti menjadi orang modern. Ia juga belum akan mengerti bagaimana orang Barat menilai, apa cita-citanya tentang pergaulan, apa selera estetik dan cita rasanya, apakah keyakinan-keyakinan moral dan religiusnya, apakah paham tanggung jawabnya (Suseno; 1992).

 
 

Blogger news

Blogroll

About