Pages

Senin, 29 April 2013


                                                                     PENANGANAN LIMBAH PLASTIK

Siapa yang tidak tau limbah plastik? Aku rasa semua orang tau apa itu limbah plastik. Tapi aku yakin tidak semua orang tau dampak limbah plastik bagi kehidupan kita. Kedengarannya buang kulit permen di sembarangan tempat itu sudah biasa dan sebagian masyarakat menganggap itu suatu hal kecil yang tidak patut dipermasalahkan.

Tanpa disadari, kita sudah merusak sendiri tempat tinggal kita. Molekul-molekul plastik itu tidak bisa dicerna oleh tanah. Coba saja kamu mengubur kantong plastik di tanah dan coba lihat beberapa tahun lagi. Yang terjadi adalah plastiknya tidak hancur. Jadi plastik itu tidak seperti sampah organik yang bisa menyatu dengan tanah. Nah, sekarang coba bayangkan… Jika setiap orang di dunia ini membuang satu saja kulit permen sembarangan, apa kira-kira yang akan terjadi pada bumi ini? Sudah bisa dipastikan dalam sekian tahun kedepan, tanah ini tidak akan bisa dipakai lagi. Tumbuhan otomatis akan mati. Dan kalau tidak ada tumbuhan, bagaimana kita bisa bernafas? Maukah kamu mati karena kulit permen?

Jika kamu remaja yang peduli lingkungan, kamu tidak usah melakukan reboisasi, penanaman bakau di pinggir pantai, dan kegiatan-kegiatan ‘WAH’ lainnya yang tentunya memerlukan biaya dan tenaga yang sangat besar. Tapi coba setiap kamu berangkat ke sekolah atau sedang jalan bersama teman-teman, pungutlah satu saja sampah plastik yang ada di jalan dan buang ke tempat sampah terdekat. Jika setiap orang melakukan hal ini, sepertinya penanganan limbah plastik sudah terbilang sukses. Cara yang sangat murah meriah kan? Tapi itu sangat menyelamatkan bumi kita ini. Semua orang bisa kalau dia sadar akan ancaman limbah plastik bagi bumi kita.

Tapi perlu diketahui. Limbah plastik itu tidak selalu berdampak negatif. Ingat saja, segala hal yang berbau negatif bisa bermanfaat jika kita memanfaatkannya dengan baik. Apa kamu ingat pemulung yang sering mengais sampah plastik seperti botol-botol minuman mineral di jalanan sana? Tanpa kita sadari, pemulung adalah salah seorang penyelamat bumi karena dia memungut sampah-sampah plastik yang sudah tidak digunakan. Sampah itu ia kumpulkan dan kemudian didaur ulang menjadi barang yang berguna. Tapi sayang sekali, pemulung memungut sampah plastik bukan karena kesadarannya untuk mencegah bahaya limbah plastik. Ia memungut sampah plastik karena faktor uang.

Biarkanlah anak cucu kita bisa menghirup udara segar. Biarkanlah anak cucu kita menyongsong masa depannya. Ini semua juga untuk diri kita sendiri.

Jadi mari selamatkan bumi kita dengan cara memungut sampah plastik. Paling tidak satu orang memungut satu kulit permen atau satu kulit snack lalu membuangnya di tempat sampah. STOP GLOBAL WARMING!


Berangkat dari  ide menciptakan usaha yang peduli lingkungan serta membuka lapangan pekerjaan baru, Aswin, warga Ciledug, Tangerang, memanfaatkan limbah plastik multilayer menjadi aneka tas dan produk yang menarik. Keunggulan produk Aswin terletak pada warna yang otomatis sesuai dengan merek dan kemasan yang digunakan. Selain itu, produk tersebut juga kuat dan tahan lama.

Hal itu wajar mengingat limbah plastik multilayer merupakan salah satu sampah yang tak bisa didaur ulang. Bahkan sebelum usaha Aswin berdiri, sejumlah pemulung mengaku jenis sampah tersebut tak laku dijual. Karena itu Aswin mengatakan tulang punggung usaha yang ia jalani adalah pemulung. Sebab para pemulung tersebut yang menyuplai bahan baku bagi usaha Aswin.

Menurut salah satu pemulung, Rasini, ia mendengar dari temannya bahwa tempat usaha milik Aswin mau membeli limbah plastik yang selama ini tak laku dijual. Hingga kini, ia meruapakn salah satu penyuplai sampah plastik itu dengan dihargai Rp 4.000 per kilogram. "Lumayan buat nambah-nambah uang dapur," tutur Rasini.

Sedangkan dalam proses produksi, Aswin mengatakan ada dua jenis pekerjaan yang harus dilalui. Pekerjaan itu dibedakan menurut yang membutuhkan keahlian, seperti menjahit atau tidak membutuhkan keahlian, seperti mencuci dan memotong plastik multilayer.

Menurut salah satu penjahit, Edi Apipudin, ia sudah berpengalaman menjahit selama 15 tahun. Itu mulai dari pakaian hingga jok pesawat terbang. Namun Adi mengaku keahliannya trk menjamin ia bisa menjahit bahan plastik multilayer tersebut. "Bahannya tidak biasa" kata Edi. Hal itu kemudian dibenarkan oleh Aswin.

Menurut Aswin, dalam pembuatan produk kemasan multilayer ini tidak bisa buat langsung jadi. "Penjahit harus menyesuaikan diri dengan cara membuat, melipat hingga menjahit," imbuh Aswin. Hal itu karena plastik kemasan multilayer memiliki karakteristik tertentu.

Adapun kemasan itu nantinya akan menjadi beragam produk, seperti aneka macam tas dan payung. Tentu usaha ini juga mengharapkan kontribusi masayarakat untuk memisahkan sampah kering dan basah, kemudian dipisahkan lagi menurut jenis sampah kemasan multilayer tersebut.

Untuk pemasarannya, lanjut Aswin, ia merambah pasar lokal maupun internasional. Namun, sambutan pasar lokal tak sebaik sambutan pasar internasional. Itu disebabkan kepedulian masyarakat Indonesia terhadap lingkungan hidup masih sangat kurang. Bagi Aswin, itu sangat berbeda dengan orang luar negeri. "Mereka malah senang dengan produk dari sampah" kata Aswin. Dengan begitu, mereka menganggap bisa lebih mempertahankan bumi
 ini.

JAKARTA – Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya mahasiswa yang baru lulus, pasti memiliki keinginan untuk bekerja di sebuah perusahaan besar, termasuk pada sebuah bank, dengan maksud agar gaji yang diperolehnya besar.

Kenyataan demikian pernah dilakukan Muhammad Baedowy, lulusan jurusan akutansi Fakultas Ekonomi Universitas Merdeka Malang. Begitu lulus dari Universitas Merdeka, Baedowy langsung diterima bekerja di Multicor Bank, sebuah bank asing asal Scotlandia.
Pada bank asing yang berkantor kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta ini, Baedowy menikmati berbagai fasilitas dan gaji cukup lumayan. Namun ternyata, berbagai fasilitas enak tersebut tidak membuat mantan penjual pisang molen ketika masih kuliah ini kerasan bekerja, tapi justru sebaliknya ingin keluar dan ingin berusaha sendiri. Makanya, ketika karyawan bank takut di PHK, Baedowy malah mengajukan permohonan pengunduran diri.
Sebelum berhasil merealisasikan cita-citanya membangun usaha sendiri, mantan karyawan Multicor Bank ini, pernah bekerja pada sebuah perusahaan batik, milik warga Negara Belanda. Ketika masih menjadi karyawan perusahaan batik inilah, Baedowy yang kini memiliki 43 mitra yang tersebar di sejumlah provinsi bertemua dengan mantan pejabat bank pemerintah yang mengajaknya membuat usaha pengolahan sampah dan penggilingan plastik.
“Kerja sama dengan mantan pejabat bank tersebut tidak berlangsung lama, karena di antara kami tidak ada persamaan visi dalam mengelola bisnis pengolahan sampah. Akhirnya, kami berpisah baik-baik dan saya mendirikan perusahaan pengolah limbah sendiri dengan modal sekitar Rp 50 juta,” kata Baedory kepada SH, di Jakarta, Jumat (13/9).
Dengan modal Rp 50 juta, Baedowy memulai usahanya dengan mendirikan PT Majestic Buana Cipta Cemerlang, yang bergerak di bidang daur ulang plastik dan penggilingan PET. Alasan terjun ke bisnis daur ulang plastik dan penggilingan PET, menurut aktivis serikat pekerja di Multicor Bank ini, antara lain, karena persaingan bisnis ini masih terbuka, tenaga kerja tidak memerlukan tenaga profesional, maka perlu diambil dari sekitar perusahaan, sehingga kehadirannya mampu memberikan nilai tambah bagi penduduk sekitarnya. Selain itu, usaha ini risikonya kecil dan peluang ekspornya masih terbuka.

Datangkan Devisa
Hasil pengolahan sampah plastik, menurut Baedowy, tidak bakal kelebihan pasokan. Pasalnya, sampah bekas botol minuman ini, setelah diolah bisa menghasilkan polyester yang bisa dipergunakan sebagai bahan baku bermacam produk, seperti benang, keset, rambut boneka, karpet, dan lain sebagainya.
“Sampah plastik kalau kita biarkan akan menjadi musuh masyarakat, karena tidak bisa busuk. Tapi, setelah diolah bisnis ini menjadi bisnis ramah lingkungan, mampu menyerap tenaga kerja banyak dan menghasilkan devisa,” paparnya.
Baedowy menambahkan, untuk memulai bisnis ini juga cukup mudah, karena tidak memerlukan modal besar dan kepandaian khusus. Investasi untuk memulai bisnis tidaklah sama. Bagi yang memiliki lahan sendiri, investasi jelas lebih murah, karena tidak perlu mengeluarkan uang sewa buat pabrik pengolahan, tapi hanya untuk membeli mesin yang harganya sekitar Rp 25 juta.
Meski mantan karyawan Multicor Bank ini, kini sukses jadi pengusaha pengolah limbah tidak ingin memonopoli bisnis ini. Sebaliknya, lulusan jurusan akutansi Universitas Merdeka Malang ini, ingin berbagai pengalaman dengan banyak orang yang kini diwujudkan dalam bentuk kemitraan. “Bagi yang ingin memulai, kami siap membimbing mulai dari awal hingga mampu menghasilkan polyester,” kata Baedowy.
Bagi masyarakat yang ingin bermitra dengan PT Majestic Buana Cipta Cemerlang, Baedowy telah membuat aturan dengan jelas. Pertama, bagi yang ingin menerjuni bisnis ini harus membeli mesin daur ulang plastik dari PT Majestic Buana Cipta Kreasi, yang juga milik Baedowy.
Dalam perjanjian disebutkan, pembeli mesin daur ulang, PT Majestic Buana Cipta Kreasi akan melatih, membina hingga pembeli bisa memproduksi gilingan PET. Bukan hanya itu, pihak PT Majestic juga bersedia membeli seluruh hasil gilingan, dengan syarat lulus pemeriksaan dan memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Dalam perjanjian dengan pembeli mesin produk PT Majestic, juga disebutkan pihak pembeli juga diminta menyetorkan uang sebesar Rp 1 juta sebagai jaminan jika terjadi pelanggaran yang dilakukan pembeli mesin.
Misalnya, pembeli mesin menjual hasil produksinya kepada pihak lain, tanpa melapor kepada PT Majestic yang membinanya, maka uang jaminan akan menjadi hak PT Majestic. Sebaliknya, PT Majestic akan mengembalikan uang jaminan dua kali lipat jika selama dua tahun antara mitra binaan tidak melakukan pelanggaran.


 

Di negara maju, pemerintahnya memang sangat serius menangani limbah. Mereka sudah menyiapkan sejumlah strategis yang sudah fokus pada limban-limbah tertentu. Salah satu contoh adalah yang terjadi di Propinsi Alberta, Kanada. Mereka sudah menyusun satu strategi yang mereka sebut Alberta Post-Consumer Plastic Recycling Industry, yang mengupayakan agar pengolahan sampah plastik menjadi lebih hemat, berbasis pada kelestarian lingkungan. Tujuan utamanya adalah menurunkan dan meminimalkan jumlah plastik yang dibuang ke tempat sampah. Pelaksanaan dari strategi ini didasarkan pada tiga aksi kunci, yakni: 1. Menyediakan informasi secara terus menerus kepada warga masyarakat dan komunitas daur ulang tentang cara-cara pengumpulan plastik. 2. Mengembangkan peningkatan sistem pengumpulan plastik bekas melalui pengembangan depot pengumpulan yang efisien. 3. Mengembangkan teknik-teknik untuk mengatasi plastik yang tidak bisa didaur ulang.

Upaya melawan sampah plastik ini dimulai ketika pemerintah daerah Alberta meminta tolong pada APRA, satu perusahaan konsultan yang menangani berbagai macam limbah, untuk membantu mereka. APRA kemudian melakukan studi dan menyusun strategi untuk mengatasi masalah limbah plastik.

Kunci dari strategi yang mereka kembangkan adalah, antara lain, adalah hanya akan mendaur ulang plastik-plastik yang memang memiliki nilai jual tinggi. Contohnya adalah plastik HDPE, yang biasa dipakai untuk wadah susu dan minuman lainnya. Untuk itu sistem sortasi sampah yang baik perlu dikembangkan untuk memilah plastik jenis ini. Sistem pengumpulannyapun dikembangkan sedemikian rupa, sehingga sortasi yang dilakukan menjadi lebih mudah. Sedangkan untuk plastik yang kurang bernilai untuk didaur ulang, atau plastik yang tidak bisa lagi didaur ulang, tak ada cara lain kecuali mengubahnya menjadi sumber energi. Limbah plastik merupakan sumber energi yang kaya. Satu pon plastik polyetilene mengandung 18.000 BTU (British Thermal Unit) energi. Bandingkan dengan limbah padat selain plastik yang paling-paling hanya menghasilkan energi sebanyak 4.500 BTU sampai 5.000 BTU.

Karena fokusnya sudah jelas, hanya mengolah limbah plastik jenis HDPE, maka Pemda Alberta pun bekerjasama dengan industri-industri makanan yang menggunakan plastik jenis ini sebagai wadah makanan atau minuman hasil produksinya. Perusahaan makannpun kemudian mengembangkan aneka strategi untuk menarik kembali wadah-wadahnya untuk didaur ulang. Dengan demikian wadah itu diusahakan tidak masuk ke tempat sampah, melainkan langsung ke depot-depot penampungan. Sistem ini jelas sangat menghemat biaya.

Keberhasilan Pemda Alberta dalam menerapkan strategi mengatasi limbah plastik adalah berkat dukungan yang padu dari semua pihak yang terkait, mulai dari industri plastiknya, industri pengolah limbah, industri pemakai plastik dan warga masyarakat. Inilah mungkin yang perlu dicontoh.

 

 

 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About